Ketika saya ingin serius cari uang lewat internet alias kerja online, awalnya orang tua saya menganggap kerja ini bukan merupakan jaminan yang bisa menghidupi saya kelak. Karena mereka berkenginan saya ini kerja dan bisnis online alias cari uang lewat internet hanya sampingan saja.
Bahkan teman saya terus menawarkan pekerjaan sebagai guru, tetapi saya menolaknya. Teman saya berkata, “Kalau cari uang di internet, kasihan sama istri”. Maksudnya adalah bila cari uang di internet, mau kasih makan apa anak dan istri saya nanti kalau saya sudah nikah?
Saya berkata, “Justru saya kasihan sama istri saya nanti kalau saya cari uang lewat ngajar dan hanya jadi guru honorer”.
Maksud dari perkataan mereka untuk saya di atas adalah lebih kepada inti dari diri mereka yang menginginkan jaminan penghasilan, keamanan. Cari uang di internet dianggapnya penghasilan yang tidak pasti.
Dalam hal ini adalah dunia kuadran E alias kuadran pekerja (silahkan baca kategori : Cashflow Quadrant).
Robert Kiyosaki (2007 : 31) berkata, “Kalau mendengar kata ‘aman’ atau ‘tunjangan’ saya bisa menduga inti mereka.”
Kata aman selalu menjadi andalan orang yang mencari pekerjaan. Bila mereka bekerja, seolah hidup mereka aman dari tidak punya uang. Mereka yang bekerja mendapat kepastian bayaran tiap bulannya sehingga tidak perlu cemas memikirkannnya.
Robert (2007) menyatakan bahwa rasa aman seseorang dari kuadran E hanyalah sebagai reaksi terhadap rasa takut. Dari ketakutan ini memunculkan keinginan tentang keamanan. Keamanan diklaim bisa diraih hanya dengan bekerja.
Lebih bagus pekerjaan dalam arti mendapat gaji besar, tunjangan pensiun yang mencukupi, tunjangan-tunjangan lain maka semakin banyak orang yang ingin meraihnya.
Sehingga muncullah paradigma “Sekolah untuk Peringkat kelas” “Sekolah untuk ijazah”, “Sekolah untuk cari kerja”.
Pelajar (siswa dan mahasiswa) berlomba-lomba mendapatkan peringkat bagus di sekolah agar masa depan cerah. Akhirnya cara licik dalam mendapatkan peringkat kelas bagus pun dilakukan. Banyak pelajar yang menyontek saat ujian karena ingin nilai bagus.
Seolah-olah “Ilmu Tidak Ada Harga-nya…dan Nilai Angka adalah Harganya”
Belum lagi orang tua akan memarahi bila nilai anaknya jelek-jelek. Karena nilai jelek dianggapnya bodoh. Bila bodoh, maka masa depan anaknya akan mendapatkan pekerjaan yang rendah.
Banyak pelajar yang menginginkan ijazah. Tentu hal yang wajar bila pelajar mengharapkan ijazah. Tetapi seolah-olah ijazah adalah alat utama untuk cari uang. Walau pada kenyataanya memang ijazah adalah syarat utama melamar pekerjaan.
Banyak pelajar yang masuk sekolah tidak lain dan tidak bukan adalah dididik untuk menjadi pekerja. Apapun misi pendidikan dan sekolah, maka pelajar pada ujungnya akan bekerja untuk cari uang.
Sistem penting dari pemerintah ini yaitu pendidikan formal secara nilai inti adalah berada pada kuadran E.
Seorang yang jiwa E alias jiwa pekerjanya kuat maka tidak akan sanggup menjalani sebuah bisnis. Karena bisnis adalah kegiatan yang tidak ada kepastian penghasilan.
Semakin banyak orang yang memiliki jiwa pekerja yang kuat maka akan semakin sesak persaingan pada sektor pekerja. Cari uang pun akhirnya makin sulit karena tidak ada keterampilan dan jiwa lain kecuali keterampilan dan jiwa kerja.
Jadi, tidak ada keseimbangan dalam hal cari uang.
Referensi: Robert T Kiyosaki, The Cashflow Quadrant, Terj, Gramedia, Jakarta, 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar